Diary Ayah dan Burung gagak

Seorang ayah berumur 80 tahun dan anak lelakinya yang berumur 45 tahun sedang menikmati waktu bersama di beranda. Si anak adalah seorang profesor yang sudah mapan dan memiliki keluarga yang bahagia. Namun ia hanya sesekali datang mengunjungi ayahnya di akhir pekan.
Situasi sore yang santai itu tiba-tiba terusik dengan kedatangan seekor burung yang tiba-tiba hinggap di pagar dekat tempat mereka duduk. Si ayah yang sudah tua penasaran dan bertanya pada anaknya, “Burung apa itu?”
“Itu burung gagak,” jawab si anak.
Setelah beberapa menit, si ayah bertanya lagi, “Burung apa itu?”
“Aku baru saja memberitahumu. Itu burung gagak, ayah!” si anak menjawab dengan ekspresi muka yang kesal.
Si burung yang bertengger di pagar belum terbang, si ayah kembali bertanya untuk yang ketiga kalinya.
“Burung apa itu?”
Dengan raut muka yang semakin kesal dan nada yang keras, si anak menjawab lagi, “Itu gagak, burung gagak. Jelas?!”
Tidak hanya berhenti di situ, sang ayah yang tua renta kembali bertanya pada anaknya untuk keempat kalinya, “Burung apa itu, nak?”
Si anak semakin kesal dan mulai marah, ia merasa sebal karena ayahnya yang tua itu sudah tidak bisa lagi berpikir jernih, “Kenapa kamu terus bertanya seperti itu? Kamu ini tidak bisa mendengar atau bagaimana? Itu burung gagak. BURUNG GAGAK!” teriaknya.
Sang ayah kemudian berjalan tertatih ke kamarnya. Saat keluar ia membawa sebuah buku diary yang sudah usang. Semasa muda, sang ayah gemar menulis kegiatan hariannya di buku tersebut termasuk saat si anak masih kecil.
Pria tua itu membuka sebuah halaman dan menyuruh anaknya untuk membaca tulisan di halaman tersebut.
“Hari ini anak laki-lakiku berumur tiga tahun. Ia sedang duduk di pangkuanku. Kami melihat seekor gagak hinggap di dekat jendela. Anak laki-lakiku yang aku sayangi bertanya 23 kali tentang binatang yang baru dilihatnya untuk pertama kali itu dan akupun menjawabnya sebanyak 23 kali, berusaha memberitahunya bahwa itu adalah seekor burung gagak.
Aku memeluknya dengan penuh kasih sayang setiap kali ia bertanya padaku. Aku sama sekali tidak merasa terganggu karena aku sangat menyayangi anakku.”
Dari cerita ini kita bisa melihat bagaimana terkadang kita telah memperlakukan orangtua kita secara semena-mena. Kita tidak ingat bahwa semasa kecil, mereka dengan sabar mengajari dan mendidik kita hingga bisa tumbuh dewasa seperti sekarang ini.
Jadi saat orangtua Anda sudah beranjak tua, jangan pernah menyia-nyiakan mereka. Ingatlah pengorbananan ayah atau ibu Anda semasa Anda masih kecil. Sayangilah mereka seperti mereka menyanyangi Anda dulu

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*